Kampus Komunikasi dan Tantangan di Era 5.0

Opini Dr. Sirikit Syah

KEMPALAN: Banyak kampus swasta gulung tikar atau mengalami kesulitan di era pandemi ini. Jumlah mahasiswa terus terjun bebas. Tenaga pengajar dirumahkan atau diputus hubungan kerjanya. Tak terkecuali kampus ilmu komunikasi pertama dan tertua di Indonesia yang ada di Surabaya, Stikosa-AWS. Tulisan ini dipicu dua tulisan sebelumnya di kempalan.com yang bernuansa duka atas meninggalnya salah seorang alumnus, sekaligus duka melihat kondisi kampus saat ini.


Dalam dua tulisan sebelumnya terungkap bahwa kampus mungil di Nginden Intan itu telah melahirkan banyak tokoh di industri media, dunia jurnalistik, dan bidang kehumasan. Tjuk Suwarsono (eksSurabaya Post), Dhimam Abror (eksJawa Pos), dan Errol Jonathans (Suara Surabaya) hanyalah segelintir dari ‘generasi emas’ Stikosa-AWS. Jujur, ketertarikan saya bergabung dengan Stikosa-AWS pada tahun 2003, sepulang mencari ilmu di Inggris, karena terilhami nama-nama besar lulusan AWS.

Baca lebih lanjut

Gelar Akademik vs Produktivitas

Opini Dr. Sirikit Syah

KEMPALAN: Baru-baru ini seorang profesor kembali mengeluarkan pernyataan yang dianggap oleh publik sebagai sikap merendahkan pada kaum yang “kurang pendidikan”. Yang pertama dulu ketika dia menyerang Rocky Gerung di sebuah acara televisi dengan ejekan “bukan professor beneran”. Kali ini yang kena serempet adalah mantan menteri Susi Pudjiastuti. Susi dikatakan sebagai “orang yang sekolah gak selesai tapi melambung karirnya dan untung perusahaannya.”

Pertama, saya ingin membahas sosok Bu Susi ini. Selama beberapa tahun ketika saya masih aktif sebagai pelatih jurnalistik atau literasi, saya sering berkunjung ke tempat-tempat yang jauh yang hanya bisa dijangkau oleh Susi Air. Pada waktu itu saya sudah mikir “Siapa ya si Susi ini?” Meski tiketnya sangat mahal kalau dihitung jarak kilometernya, namun orang tidak keberatan karena sangat membutuhkan transportasi itu. Boleh dikata, Susi hadir di wilayah-wilayah dimana negara dan perusahaan penerbangan besar tidak hadir.

Baca lebih lanjut

Teladan Buruk sang Jenderal Pensiunan

Di antara berbagai perasaan yang berkecamuk dalam kaitan dinamika sosial politik Indonesia beberapa hari ini, perasaan yang paling kuat adalah rasa kasihan. Ya, kasihan, mengalahkan rasa kaget, heran, marah, merasa bodoh, dan seabreg rasa negatif lainnya.

Ujung-ujungnya saya cuma kasihan. Kasihan sekali seorang jenderal pensiunan mengisi sisa hidupnya dengan perilaku yang melanggar etika dan moral, secara manusiawi, kepartaian, bahkan kebangsaan.

Beberapa pekan yang lalu kehebohan dimulai dengan berita Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersurat pada presiden. Dia menanyakan apakah benar ada ”orang dalam istana” yang hendak mengkudeta Partai Demokrat.

Baca lebih lanjut

Afi dan generasi copy paste

Kolom Duta Masyarakat (6)

Tidak. Saya tidak menuduh Afi, remaja Banyuwangi yang sedang naik pamornya, sebagai plagiat. Soal itu masih dalam perdebatan seru di ranah media sosial. Tapi benar, generasi sekarang maunya serba instan. Mengutip sana sini, dipermudah oleh kemajuan teknologi. Tapi mbok ya jangan lupa nyebut sumbernya. Misalnya Afi memang terilhami oleh tulisan orang lain, apa salahnya kan, menyebut yang dikutipnya itu? Tapi, bisa jadi memang Afi tidak mengutip, apalagi menjiplak. Mungkin memang kebetulan kedua penulis memiliki pemikiran yang sama. Baca lebih lanjut

Banyak Cara Membangun Bangsa

Kolom Duta Masyarakat (5)

Jumat pagi kemarin saya bertemu Dahlan Iskan di Graha Pena, kemudian saya diajak ke rumahnya untuk sarapan bareng. Di sela-sela sarapan tentu saja banyak obrolan yang ringan maupun yang serius. Dahlan bercerita, bahwa selama menjalani persidangan-persidangan, dia tidak pernah memikirkan perkaranya. “Biarlah itu dipikirkan oleh pengacara saya. Kalau saya memang harus masuk penjara, ya sudahlah tidak apa-apa,” katanya. Dahlan malah memikirkan dan sedang membangun banyak hal: terlibat proyek anak-anak muda Bojonegoro, membantu para ahli nuklir UGM untuk membangun reaktor, mendirikan pabrik sterilisasi produk kesehatan di Jawa Timur, membangun Dahlan Iskan Centre for Modern Agriculture yang fokus pada memajukan pertanian dan kesejahteraan petani.

Wow, banyak sekali yang dipikirkan, untuk seorang terhukum (tahanan dalam kota). Ternyata, meskipun dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman, semangat mengabdi Dahlan tidak pernah mati. Dia sudah ikhlas dan siap dihukum bahkan dipenjara, tetapi pikirannya tidak berhenti berinovasi. Ada saja hal-hal baik yang direncanakan dan dikerjakan. Membangun bangsa memang banyak caranya. Seharusnya kita yang segar bugar dan tidak sedang mengalami kasus hukum malu bila tidak pernah berbuat atau berpikir untuk bangsa. Baca lebih lanjut

Intoleransi di sekitar kita

Kolom Duta Masyarakat (4)

 

Intoleransi begitu dekat dalam hidup kita sehari-hari. Di pertemanan dunia maya (Facebook), di cuwitan (twiter), di group WA, selalu ada postingan bernada intoleran.

Saya sampai keluar dari sebuah group WA, padahal saya cukup lama berusaha bertahan ketika satu per satu anggota grou[p meninggalkan group. Yang tersisa hanya 3-5 anggota yang terus menebarkan kebencian, permusuhan, pengutukan, caci maki kepada pihak yang bukan golongannya.

Saya bertahan ketika orang yang saya anggap sahabat bertanya “Kamu muslim apa bukan se?” Namun saya akhirnya leave group karena merasa tidak nyaman dan merasa diri akan jadi penghuni neraka karena tidak sesuai pendapat kawan tadi. Baca lebih lanjut