Ukuran Kebahagiaan


 

 

Mengapa orang bahagia? Apa yang membuat kita berbahagia? Ternyata bukan kekayaan materi. Lihat saja survai yang dilakukan oleh sebuah lembaga internasional tentang rating kebahagiaan. Tahun 2003, pemenangnya adalah bangsa Filipina. Tahun lalu (2006) bangsa Bangladesh yang paling bahagia di dunia. Dimana posisi orang-orang Jepang dan Amerika yang kaya raya itu? Amerika, tahun lalu, ada di peringkat 46. Jepang dan Korea nyaris berada di peringkat terbawah karena banyaknya stress, tekanan, dan angka bunuh diri.

 

Lihat saja orang Jepang: tidak lulus ujian, bunuh diri. Putus pacaran, bunuh diri. Di Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia, tidak lulus ujian atau putus pacaran adalah hal remeh temeh, kecil. Tidak lulus ujian, ya DO (drop out), lalu cari kerjaan serabutan. Putus pacaran ya jomblo. Teman saya Suryo (yang mendirikan PPLH di Trawas), bercerita, “Saya sudah keliling dunia, ke Eropah, Amerika, Asia, kemana-mana pokoknya. Tapi saya paling terkesan ketika di India.”

“Mengapa?” Tanya saya. “Eksotik?”

”Bukan.Bukan eksotikanya. Tetapi saya melihat wajah orang-orangnya, rakyat miskin, yang saya temui di setiap sudut kota dan jalanan. Wajah mereka memancarkan kedamaian dan kebahagiaan. Dalam kemiskinan.”

Saya jadi teringat hidup saya di London selama setahun, dimana orangnya kaya-kaya, tetapi serba tergesa-gesa dan selalu bersungut-sungut. Dingin, sedingin cuacanya.

 

Bagaimana dengan bangsa Indonesia? Tahun 2002 bangsa Indonesia tergolong di peringkat tinggi orang paling bahagia di dunia. Tahun-tahun berikutnya, rating menurun. Apakah bangsa Indonesia tak lagi bahagia? Mengapa?

 

Kunci kebahagiaan adalah rasa syukur. Kita, sebagai bangsa, tidak mensyukuri apa yang telah dianugerahkan kepada kita: jumlah penduduk yang banyak, yang merupakan kekuatan SDM luar biasa. Beberapa negara Eropah dan Singapura serta Hong Kong sedang kesulitan karena pertambahan penduduknya di bawah nol alias minus. Negara semacam ini tak punya masa depan. Itu sebabnya mereka gencar menawarkan beasiswa pada anak-anak muda kita, kuliah di sana, ditawari kerja, lalu jadi warga negara di sana. Indonesia juga memiliki Sumber Daya Alam luar biasa: hasil laut, tambang, hutan, pertanian. Tapi karena kurang mensyukuri (dalam bentuk mal-kelola –mismanagement), kekayaan SDA itu tidak mensejahterakan rakyatnya. Bayangkan, rakyat kesulitan beras, pejabat Bulog menyimpan ratusan juta rupiah di sebuah ember di kamar mandinya!

 

Mensyukuri itu artinya bukan sekadar merasa puas dan cukup dengan apa yang kita miliki. Lebih dari itu, mengelolanya dengan sebaik-baiknya. Kita bersyukur Orba sudah runtuh. Namun kita tidak mengelola era reformasi dengan baik sehingga keadaan sekarang sama saja, nyaris tak ada perubahan pada sistem kepemimpinan, apalagi tingkat kesejahteraan rakyat. Kita bersyukur politik lebih terbuka, lebih banyak partai. Tetapi, di setiap partai masih gontok-gontokan demi kepentingan individu, lupa pada misi visi dan amanat pembentukan partai.

 

Pers jua sudah bebas, Alhamdulillah. Namun sekarang rakyat dijejali program-program tidak bermutu: kawin cerai artis, putus nyambung sebuah hubungan pacaran, pertikaian ibu/ayah anak di kalangan artis, aib keluarga artis, dan sebagainya. Sedikit sekali informasi artis yang bekaitan dengan riwayat perjuangannya, prestasinya, album terbaru, proses kreatif, dan sejenisnya. Bagi media, lebih penting menanyakan koleksi busana Krisdayanti daripada perjuangannya meraih sukses; dan lebih menarik mengungkap pertikaian Maia dan Akhmad Dhani daripada kualitas kekaryaan seorang penggubah lagu seperti Maia.

 

Apakah kita bangsa yang bahagia? Sulit juga ya dengan kualitas kepemimpinan seperti sekarang. Kita semua telah diberi kesempatan, mengenyam pendidikan, berpolitik bebas, mengkonsumsi media yang juga bebas, bahkan menjadi pemimpinyang dipilih secara demokratis. Kita ditantang untuk mensyukurinya dengan tidak melakukan miss-management. Kita harus amanah dalam menjalani peran kita masing-masing dalam membentuk bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia.

 

 

Sirikit Syah

Maret 2007

 

 

Tinggalkan komentar